Cerpen karya The Story yang saya posting beberapa hari lalu merupakan cerpen yang temanya cukup menarik. Membaca karyanya seperti membaca novel detektif remaja. Hanya saja, seperti cerpen-cerpen sebelumnya yang dimuat di blog ini, saya menemukan beberapa kekurangan yang – lagi-lagi – sama dengan cerpen karya Vie Three dan Anazkia.
Kekurangan yang harus diperbaiki itu antara lain :
– penggunaan huruf besar. Nama orang selalu huruf besar. Jangan huruf kecil.
– penggunaan tanda baca. Misalnya :
Sebelum bermain sepak bola, Antra berlari ke toilet dia sempat melihat temannya yang yang terlambat sehingga harus menjalankan hukuman.
Yang benar adalah : Sebelum bermain sepak bola, Antra berlari ke toilet. Dia sempat melihat temannya yang yang terlambat sehingga harus menjalankan hukuman.
– alur yang terus berkelanjutan tanpa ada jeda sedikitpun. Dengan jumlah halaman sebanyak 10 cerpen, bisa membuat pembaca ‘ngos-ngosan’. Seharusnya, dibuat per babak. Coba perhatikan cerpen-cerpen saya di blog Sang Cerpenis. Cek babak per babak yang diberi tanda seperti : ***, ++.
Selesai satu babak diakhiri dengan tanda *** atau ++ (mana saja boleh kok).
Tapi,ingat! Babak bukan paragraf lho. Sama seperti kalau kita menonton sandiwara atau sinetron, pasti ada babak demi babak.
Nah, untuk cerpen sepanjang ini, seharusnya bisa dibuat babak demi babak. Alurnya jangan terus berlari tanpa jeda.
– pendeskripsian lemari dalam cerpen ini juga terlalu panjang dan cenderung bertele-tele. Cerpen yang baik adalah cerpen yang padat tapi pesan yang ingin disampaikan bisa dimengerti pembaca.
Satu hal lagi, saya perhatikan cerpen The Story yang diposting di blognya lebih menarik ketimbang cerpen HILANGNYA HP PRIMADONA. Mungkin karena The Story lebih menguasai penulisan cerpen bertema umum. Bukan tema remaja.
Tapi, kalau mau rajin berlatih dan sering membaca cerpen-cerpen remaja pasti bisa menulis cerpen remaja yang lebih baik lagi.
Oke deh, buat The Story…jangan pantang mundur ya. Sebenarnya sudah ada talenta menulis. Hanya perlu dikembangkan lagi dan..jangan lupa tetap rajin membaca. Itu kunci untuk bisa menulis dengan baik.
</span
Wis mbak Fanny, tambah heboh aja nih… semakin banyak ilmuku 🙂
Makasih mbak bedahnya. Wah jadi banyak tahu kelemahan cerita saya. Iya mbak soalnya saya lebih banyak baca cerpenis kompas, spt Budi Sardjono, Sori Siregar dll. Jadi agak susah bikin cerita remaja, tema detektif pun saya buat karena saya suka baca karya Agatha Christie. Jadi coba belajar buat cerita detektif remaja. Bedah cerita saya ini bisa nambah wawasan saya. Beribu terima kasih untuk bu guru…
ella dataaangg…….. :))
😀
Fan, kalo penyebutan pak/bu, yg huruf besar apakah cukup namanya saja? Misalnya pak Budi. Pak-nya apa perlu pake huruf besar? Pak Budi? Kalo di tengah kata ya, kalo di awal kata jelas P-nya pake huruf besar.O ya, sambungan cerberku barusan terbit…
mantabbbb 🙂
@fanda : iya kalo di awal kata huruf besar. kalo di tengah ya huruf kecil : pak Budi.
berkunjung mba,nambah pengetahuan biarpun ngga bisa bikin cerpen,paling tidak aku bisa cerita ke siswa kalau pengin belajar cerpen untuk berkunjung ke blog ini
menarik ^_^
@cerita tugu : makasih. 😀